Pustaha Laklak. Foto: Dok. Perpustakaan Budaya. |
Medan(DN)
Etnis Batak merupakan suku Bangsa Indonesia yang kaya akan budaya, salah satunya adalah budaya karya tulis. Dahulu kala, nenek moyang orang Batak mempunyai budaya tradisi tulis menulis yang kesohor dengan nama Pustaha Laklak.
Pustaha Laklak sendiri ditulis di atas kulit kayu yang dilipat menggunakan mode concertina (semacam akordion) dan terkadang dilengkapi dengan papan.
Meskipun bahasa Batak terdiri dari banyak dialek, namun bahasa tulis pada Pustaha Laklak tetap ditulis seragam tanpa mengurangi ciri khas lokalnya.
Namun kebanyakan peninggalan nenek moyang Batak yang sangat berharga tersebut, saat ini justru berada di luar negeri.
Umumnya naskah tersebut adalah hasil rampasan yang dibawa penjajah Belanda dan Jerman untuk diteliti.
Direktur Batakologi Nommensen, Manguji Nababan mengatakan bahwa Kitab Batak dulunya merupakan tempat menuliskan pengetahuan nenek moyang pada kulit kayu yang disebut dengan Laklak, bambu dan tulang kerbau.
Namun dari sekian banyak Kitab Batak, hanya sedikit di dalam negeri. Banyak naskah yang belum dialih aksarakan karena keterbatasan ahli aksara Batak. Banyak naskah rusak karena termakan usia.
"Padahal dalam naskah-naskah tersebut juga terdapat sejumlah pesan peradaban dan falsafah hidup," terangnya, Senin (9/5/2022), dilansir dari detikcom.
Manguji mengatakan bahwa, Winkler pada 1925 pernah melakukan inventarisasi dan dibuat dalam buku berjudul Die Toba-Batak Sumatra in gesunden und kranken Tagen.
Secara garis besar Winkler membedakan tiga jenis ilmu yang paling banyak terdapat dalam Pustaha-pustaha Batak.
Ilmu yang menyambung hidup atau ilmu putih yang disebut dengan Die Kunst, das Leben zu erhalten. Yang kedua ilmu yang
menghancurkan hidup atau ilmu hitam yang disebut Die Kunst, das Leben zu vernichten. Serta ilmu nujum.
Hal inilah menurut Manguji yang perlu dijejaki sebagai upaya pengembalian naskah yang tersimpan di museum di luar negeri. Karena kitab Batak atau yang disebut dengan Pustaha Batak dipergunakan sebagai media untuk menuliskan keilmuan masa lalu.
Manguji Nababan telah mengunjungi beberapa museum yang mengkoleksi Pustaha Laklak Seperti museum; Auf der Hard (Wuppertal), Bronbeek (Belanda) Univ. Humbold (Berlin), Perpustakaan Bibliotheek Zu Berlin, Perpustakaan Univ. Lepzig serta sejumlah museum lainnya.
Kebanyakan dari laklak yang ditemukan adalah catatan tentang ilmu perdukunan seperti mantera. Ilmu tentang ramuan obat, astrologi, nujum dan tata cara bermasyarakat.
Dulu tradisi ini berkembang kalangan raja dan datu, sehingga tradisi tulis kurang populer di tengah masyarakat Batak secara umum.
Minimnya perhatian terhadap pentingnya Pustaha Batak ini menjadi salah satu ancaman. Terlebih saat ini tradisi aksara Batak kurang berkembang.
"Penerapan aksara latin yang berkembang pesat. Serta minimnya perhatian pemerintah untuk merevitalisasi pustaha maupun aksara," ujarnya.
Manguji Nababan telah menulis 2 buah Pustaha Laklak untuk dipamerkan pada book fair di Frankfruf Jerman pada Oktober 2015.
Menurut Manguji tulisan Batak adalah sumber pengetahuan yang dapat digunakan untuk memahami beragam keilmuan di masa lalu yang kemungkinan besar masih dapat dikembangkan untuk saat ini.(red/dtc).