Mahkamah Konstitusi.(merahputih.com). |
Jakarta(DN)
Mantan Ketua Bawaslu RI periode 2008-2012, Bambang Eka Cahya Widodo menyatakan Mahkamah Konstitusi (MK) dapat mendiskualifikasi calon kepala daerah yang terbukti melakukan kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Hal itu disampaikan menjelang Sidang Pleno pembacaan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal sengketa Pemilukada. Rencananya MK akan mengeluarkan ketetapan tersebut tanggal 17-24 Maret 2021.
Bambang meminta MK mempertimbangkan bukti-bukti yang diajukan para pengugat terkait pelanggaran TSM yang mengakibatkan pemilu menjadi tidak jujur dan adil. "Terutama dalam penyalahgunaan kewenangan, program dan kegiatan pemerintah daerah yang dikelola oleh petahana," kata Bambang saat dikonfirmasi wartawan, Minggu (14/3/2021).
Bambang berpandangan penegakan hukum oleh Bawaslu dan aparat hukum termasuk Gakkumdu sangat tidak efektif. Sehingga untuk menghasilkan pemilu yang jujur dan adil harus ada sanksi tegas terhadap semua bentuk penyalahgunaan kewenangan publik dan anggaran publik.
"MK bisa mendiskualifikasi dan pernah melakukan itu dalam kasus Pilkada kota Waringin Barat. Tapi paling sering MK memerintahkan pemungutan suara ulang," ujar Bambang.
Menurutnya diskualifikasi bisa dilakukan sepanjang alat bukti yang ada relevan dengan dalil yang diajukan tentu akan sangat mempengaruhi keputusan hakim. Bambang menyontohkan kecurangan TSM yang dimaksud apabila melibatkan aparat birokrasi, termasuk kepala desa atau lurah.
"Sistematis terkait dengan pola-pola tertentu yang berulang membentuk pola. Masif terkait dengan dampaknya luas terhadap pemilih," ujarnya.
Jika pelanggaran TSM terbukti, kata dia, MK berwenang menyatakan paslon yang ditetapkan sebagai pemenang untuk didiskualifikasi. "Pembagian voucher untuk pemilih yang melibatkan birokrasi dan pemerintah daerah itu termasuk TSM. Pernah terjadi di Mandailing Natal," ucap Bambang menyontohkan.
Bambang juga menyoroti jumlah saksi dan alat bukti tambahan yang diserahkan Pemohon hasil Pilkada yang salah satunya yakni pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjarmasin Ananda dan H Mushaffa Zakir (AnandaMu) dalam sidang pembuktian beberapa waktu lalu.
"Sepanjang alat bukti relevan dengan dalil yang diajukan tentu akan sangat mempengaruhi keputusan hakim," ujarnya.
Seperti diketahui, AnandaMU menyerahkan sejumlah bukti-bukti tambahan untuk meyakinkan Hakim MK. Pasangan Nomor urut 04 ini juga menyiapkan saksi di MK dan di hadapan akta notaris.
"Beberapa alat bukti tambahan final tadi kita serahkan ke Majelis Hakim MK. Sementara untuk saksi, satu orang untuk dugaan pelanggaran pemilihan dan dua orang saksi untuk dugaan politik uang secara TSM di Mahkamah Konstitusi. Untuk kesaksian di hadapan Akta Notaris total ada 15 saksi, dan 57 melalui Waarmeking," ujar Ketua Tim Hukum Ananda- Mushaffa Bambang Widjanjant pada Persidangan Lanjutan dengan agenda pembuktian, Senin (1/3/2021).
Bambang menjelaskan, alat bukti tambahan dugaan pelanggaran pemilihan berupa daftar nama pemilih yang digunakan orang lain dan pemilih KTP luar Banjarmasin tapi dibiarkan petugas melakukan pencoblosan.
Alat bukti tambahan untuk dugaan penyalahgunaan wewenang berupa penurunan harga PDAM terhadap 179 ribu pelanggan. Kemudian pembuatan 121.000 lembar masker dengan tagline milik calon petahana Ibnu Sina yakni 'Banjarmasin Baiman' dan 'Banjarmasin Pasti BISA'.
Sementara alat bukti tambahan untuk politik uang Terstruktur, Sistematis dan Massif (TSM) di antaranya adalah berupa janji kenaikan gaji Satgas dan ketua RT se Kota Banjarmasin. Kemudian ada juga bukti pembagian Kartu Baiman 2 dan janji uang asal memilih Ibnu Sina dan Arifin Noor.
Sebelumnya, KPU Banjarmasin menetapkan Ibnu Sina-Arifin Noor mendapatkan suara terbanyak, yaitu 90.908 suara. Sedangkan Ananda-Zakir mendapatkan 74.154 suara. Atas keputusan KPU itu, Ananda menggugat KPU Banjarmasin ke MK.
Atas gugatan itu, paslon Ibnu Sina-Arifin menghadirkan dua saksi fakta dalam persidangan, yaitu Jasman dan Noor Fanany. Jasman mengungkapkan proses rekapitulasi sudah sesuai dengan peraturan yang ada.
"Tidak ada kejadian khusus dalam proses rekapitulasi tersebut dan seluruh saksi mandat ikut menandatangani Formulir Model D hasil kecamatan," tutur Jasman.(detikcom).