-->

Notification

×

iklan

Iklan

IMG-20240221-170348

Presiden Jokowi Sikapi Silang Pendapat Pilkada Serentak 2022/2023 Atau Tetap 2024

Minggu, 31 Januari 2021 | 18.08 WIB Last Updated 2021-01-31T11:40:56Z
Ilustrasi.(Spirit Kita).
Jakarta(DN)
Panasnya pembahasan revisi UU Pemilu di DPR sampai ke telinga Presiden Joko Widodo (Jokowi). Presiden Jokowi meminta parpol pendukungnya mempertimbangkan betul untung rugi apabila Pilkada mau dimajukan ke 2022 atau tetap 2024. 

Setelah arahan itu diberikan, peta sikap parpol pun berubah. Arahan itu disampaikan saat Presiden Jokowi mengumpulkan eks jubir Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf pada Kamis (28/1/2021) lalu.

Pertemuan itu dihadiri oleh 15 orang dari PDI Perjuangan, PPP, Golkar, NasDem, PKB, dan Hanura.

Salah satu hal penting yang dibahas dalam pertemuan itu adalah soal Pemilu dan Pilkada. Sekjen PPP yang juga mantan jubir TKN, Arsul Sani, menuturkan ada arahan khusus yang disampaikan oleh Jokowi.

"Khusus terkait Pemilu dan Pilkada, Presiden meminta agar semua kekuatan politik, terutama parpol yang memiliki kursi di DPR, untuk mempertimbangkan betul soal perubahan UU (Pemilu)," kata Arsul saat dihubungi.

Jokowi, kata Arsul, menilai hajatan politik besar di tengah pandemi Corona bisa mengganggu pemulihan sektor kesehatan masyarakat maupun ekonomi.

Presiden Jokowi ingin setiap parpol serius memikirkan segala kepentingan terkait pelaksanaan pilkada. Jokowi, dikatakan Arsul, ingin setiap partai memerhatikan manfaat dan mudarat jika pilkada digelar lebih cepat dari UU Pemilu saat ini.

"Karena di tengah-tengah pandemi COVID-19 seperti ini dan situasi ekonomi yang masih jauh dr pulih, jika ada hajatan-hajatan politik yang berpotensi menimbulkan ketegangan antar elemen masyarakat seperti hal-nya Pilkada di daerah-daerah tertentu, maka ini akan mengganggu pemulihan baik sektor ekonomi maupun kesehatan masyarakat itu sendiri," ungkapnya.

"Jadi intinya Presiden meminta agar dikaji betul dari berbagai kepentingan, tentunya kepentingan bangsa dan negara, manfaat dan mudaratnya ada Pilkada lagi yang lebih cepat dari pada yang sudah ditetapkan dalam UU yakni akhir tahun 2024," sambung Arsul.

Seperti diketahui, UU Pemilu saat ini mengatur Pilkada berikutnya dilakukan serentak pada 2024. Namun, muncul wacana revisi UU Pemilu yang salah satu isinya adalah Pilkada berikutnya menjadi tahun 2022.

Sebelum Presiden Jokowi mengumpulkan eks jubir TKN, parpol-parpol di DPR sudah bersikap soal revisi UU Pemilu dan jadwal Pilkada berikutnya. Ada yang ingin Pilkada digelar sesuai dengan jadwal, termasuk untuk DKI, yakni pada 2022. Beberapa fraksi juga menyarankan pilkada digelar pada 2024 seusai pemilu.

Peta sikap parpol di DPR soal tarik ulur jadwal Pilkada 2022 atau 2024 bisa disimak di sini. Bagaimana perubahan sikap parpol usai Jokowi memberi arahan?

Ada tiga fraksi di DPR yang menyatakan sebaiknya pilkada tetap digelar pada 2022 atau sesuai dalam draf RUU Pemilu. Tiga fraksi itu adalah Golkar, Demokrat, dan NasDem.

Pada Jumat (29/1), setelah Jokowi mengumpulkan eks Jubir TKN, Golkar menyatakan UU Pemilu belum perlu direvisi dan pilkada sebaiknya digelar pada 2024 saja. Ini berbeda dengan sikap Golkar sebelumnya.

"Sangat rasional dan masuk akal apabila ada pihak yang menginginkan UU Pemilu tidak perlu direvisi lagi mengingat UU tersebut baru disahkan pada periode yang lalu di tahun 2016. Artinya, kita belum bisa mengatakan apakah UU Pemilu yang baru disahkan di tahun 2016 lalu ini berhasil atau tidak mengingat pelaksanaan pemilu serentaknya di tahun 2024 belum dijalani," kata Ketua Bappilu Golkar Maman Abdurahman kepada wartawan, Jumat (29/1/2021).

Maman yakin para kepala daerah yang habis masa jabatan pada 2022 dan 2023 tak mempermasalahkan jika pilkada ditarik ke 2024. Maman menyebut UU Pemilu yang berlaku saat ini disahkan pada 2016, sehingga tidak terkait dengan kepentingan politik kepala daerah yang habis masa jabatan 2022/2023.

Maman menegaskan UU Pemilu yang saat ini berlaku sebaiknya dilaksanakan saja terlebih dahulu. Sesuai UU Pemilu saat ini, berarti Pilkada berlangsung pada 2024.

"Kita jalani saja dulu UU Pemilu yang sudah ada ini supaya jangan sedikit-sedikit diubah dan ada kepastian politik jangka panjang bagi kita semua para pelaku politik," imbuhnya.
Sementara itu, Gerindra yang mulanya belum bersikap, kini sudah membuat pernyataan. Partai Gerindra mengusulkan Pilkada serentak tetap digelar pada 2024 sesuai dengan UU Pemilu tahun 2016.

"Partai Gerindra merasa konsistensi dalam menyelenggarakan pemilihan Umum pada pola demokrasi yang berkualitas haruslah menjadi komitmen bersama. Gerindra berpikir agar UU Pemilu Nomor 10 Tahun 2016 yang menjadi landasan pemilu di 2019 sebaiknya tetap dipertahankan," ujar Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani melalui keterangan tertulis, Minggu (31/1/2021).

Bagaimana dengan sikap parpol lainnya? Apakah tetap mendukung Pilkada 2022 atau Pilkada 2024 sesuai UU Pemilu saat ini?

Sebelumnya, Draf Revisi Undang-undang Pemilu dan Pilkada menuai pro dan kontra di tengah masyarakat dan elite partai politik, termasuk pula pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 yang diatur dalam draf tersebut.

Draf RUU Pemilu dan Pilkada tersebut kini telah masuk program legislasi nasional (Prolegnas) DPR 2021. Banyak elit partai politik saling silang pendapat terkait beberapa poin yang terkandung dalam substansi draf RUU Pemilu.

Salah satu yang dipersoalkan adalah aturan baru terkait pelaksanaan pilkada serentak yang dinormalisasi dan diadakan pada 2022 atau 2023. Aturan tersebut tidak ada dalam UU Pemilu dan Pilkada sebelumnya. Dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, pilkada 2022 dan 2023 akan dilakukan serentak pada 2024.(dtc).
×
Berita Terbaru Update