-->

Notification

×

iklan

Iklan

IMG-20240221-170348

Mengasihi Musuh?

Rabu, 29 Juli 2020 | 08.00 WIB Last Updated 2020-07-29T01:00:15Z
Ilustrasi.Clipart).
Dalam "hukum" dunia, kata "mengasihi" dan "musuh" adalah dua kata yang bertolak belakang, karenanya tidak dapat dipersatukan.

Dalam bahasa inggris, musuh adalah enemy, berasal dari bahasa latin inimicus? Artinya "bukan sahabat". Definisinya jelas: orang yang membenci, menginginkan hal yang tidak baik, menyebabkan jatuh, kecewa, sakit, dan sebagainya.

Maka, nasihat untuk mengasihi musuh bisa dibilang aneh. Sebab, normalnya musuh itu mesti dilawan, dibenci, disingkirkan, kalau perlu dibasmi.

Akan tetapi, itulah yang dengan tegas dan jelas diajarkan Tuhan Yesus: "Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu" (Matius 5:44).

Ajaran mengasihi musuh tidak saja berdimensi teologis-berkenaan dengan aspek imani-tetapi juga berdimensi praktis dan logis. Pertama, membenci musuh akan merugikan diri sendiri; tidak ada orang yang hidupnya bahagia kalau terus dikuasai kebencian terhadap orang lain.

Kedua, melawan kebencian dengan kebencian sama dengan melipatgandakan kebencian. Seperti gelap yang tidak bisa dilawan dengan gelap, tetapi harus dengan terang. Terang, walau hanya secercah, akan sanggup menembus kegelapan. 

Dengan memahami makna ajaran "mengasihi musuh", kita bisa melihat luka tanpa dendam; kepahitan tanpa amarah; kekecewaan tanpa geram. Kita memandangnya sebagai kesempatan untuk mengasihi orang lain; untuk berbuat kebaikan.

Seperti kata Alfred Plummer, "Membalas kebaikan dengan kejahatan adalah tabiat Iblis; membalas kejahatan dengan kebaikan adalah tabiat ilahi".(Suriono Brandoi Siringoringo).
×
Berita Terbaru Update