JAKARTA(DN)
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengucapan putusan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Gubernur, Bupati, Walikota Tahun 2020, Senin (22/3/2021).
Salah satu putusan yang dibacakan pada siang ini, yaitu Putusan Nomor 58/PHP.BUP-XIX/2021 dalam perkara PHP Bupati Labuhanbatu, Provinsi Sumatera Utara Tahun 2020, yang diajukan oleh Pasangan Calon (Paslon) Erik Adtrada Ritonga dan Ellya Rosa Siregar (Erik-Ellya).
Dalam amar putusan, Mahkamah menyatakan mengabulkan sebagian permohonan Erik-Ellya.“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” kata Ketua Pleno Hakim Konstitusi Anwar Usman didampingi para hakim konstitusi lainnya saat membacakan amar putusan secara daring dari Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam amar putusan tersebut Mahkamah juga menyatakan batal dan tidak sah Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum 214 Kabupaten Labuhanbatu Nomor 176/PL.02.6-Kpt/1210/KPU-Kab/XII/2020 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Labuhanbatu Tahun 2020, bertanggal 16 Desember 2020, sepanjang mengenai perolehan suara masing-masing pasangan calon di 9 (sembilan) TPS yaitu TPS 005, TPS 007, TPS 009, TPS 010, dan TPS 013 Kelurahan Bakaran Batu, Kecamatan Rantau Selatan; TPS 009 dan TPS 017 Kelurahan Siringo-ringo, Kecamatan Rantau Utara; TPS 003 Kelurahan Pangkatan, Kecamatan Pangkatan, dan TPS 014 Kelurahan Negeri Lama, Kecamatan Bilah Hilir.
Selanjutnya MK memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Labuhanbatu untuk melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU) di 9 TPS tersebut. PSU digelar dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak diucapkannya putusan ini.
Selain itu, Mahkamah memerintahkan KPU Kabupaten Labuhanbatu untuk mengangkat Ketua dan Anggota KPPS serta PPK yang berkaitan dengan TPS-TPS tersebut.
Hakim Konstitusi Aswanto saat membacakan pertimbangan hukum putusan memaparkan rangkaian fakta hukum yang membuktikan penyelenggara pemilihan pada TPS-TPS tersebut dijatuhkan sanksi.
Menurut Mahkamah, telah terjadi proses pemungutan suara yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut tidak hanya berkaitan dengan permasalahan pelanggaran kode etik dan perilaku penyelenggara pemilu semata melainkan telah mencederai asas pemilu yang jujur dan adil (Jurdil) sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 22E ayat (1) UUD 1945.
Oleh karena itu, demi mendapatkan hasil perolehan suara yang murni yang dapat dipertanggungjawabkan, maka Mahkamah memerintahkan untuk dilakukan PSU di 9 TPS tersebut.(Humas MKRI